1
NANA
“Den
bangun” teriak ku di depan pintu rumah dendy yang masih tertutup sambil mengetuk
pintu. Tidak ada jawaban, aku langsung membuka pintu dan melihat dendy yang masih
tergeletak di rung tv, aku bergegas membuka sepatuku dan masuk. “Dendy bangun!”
teriakku lagi sambil menendang kaki dendy . “lah kok lu di sini?” tanya dendy
dengan sedikit mengangkat kepala dan mengucek mata. “Buru bangun, udah jam
berapa ini? Kita janjian jam 9.” Omelku sembari duduk bersila dihadapan dendy.
“Baju gue masih basah lagi”. Dendy.. dendy.. kalo gak bikin
kesel tuh rugi banget ya? Dengan hati sangat sangat kesal aku menghela nafas
“yaudah lu bangun, mandi. Gue yang setrikain baju lu”. “Gue gak punya tas juga
na” Keluh dendy. aku semakin naik darah “pake keresek!!” ketusku sambil menaiki
meja yang ada di depan rumah dendy untuk mengambil pakaian setengah kering yang
dijemur disebuah bambu panjang yang tergantung. “Ih serius!” sambil
menghentakan kakinya dendy berdiri di depan pintu kamarnya sambil terus
memperhatikanku. “Mandi sekarang! Nanti kita pikirin gimana cara bawa baju lu!
Sekarang! 5 menit gak kelar lu gua gantung!” Teriakku tanpa menoleh ke arah
dendy. Dendy berlari ke kamar mandi tanpa berkata apa pun. Setelah menurunkan
semua pakaian dendy, dengan terburu buru aku mencari setrikaan dibawah meja tv
dan langsung menggelar selimut untuk alas setrika. Sambil menunggu setrika siap,
aku mencoba menelpon dika, dan beberapa kali tidak ada jawaban. Aduh.. gak ada
yang bener! aku pun mencoba menelpon della tetangga sekaligus sahabat dika.
“Dell tolong dong bangunin dika. Bilang nana udah siap, 15 menit lagi nana
kesana harus udah mandi. Makasih ya” Menutup telpon. Syukurlah aku mengesave
nomer della. Dendy selesai mandi, aku selesai menyetrika. “Sarapan dulu ah”
ucapnya dengan santai sambil membuka freezer dan mengambil sebungkus sosis
kemudian membawanya ke dapur. “Bajingan! Udah jam berapa ini!” ucapku dengan
kesal. Tanpa menggubris ocehanku, dendy menggoreng sosis dan menyiapkan sarapan.
Dendy duduk bersila dihadapanku dengan
sepiring nasi dan beberapa sosis di tangannya, aku yang sedari tadi menahan
kesal pun mencoba menenangkan diri dengan cara merebahkan tubuhku di hadapan
dendy dan memejamkan mata. “Selalu kalo mau pergi tuh kayak gini! Ah!! Pengen
nangis gue! Kesel!” Kesalku dengan mata tetap terpejam. “Udah jangan nangis,
mending makan na. Laperrr” ucap dendy dengan santai dan melahap sarapannya itu.
Tanpa merespon, air mata pun mengalir tanpa sadar.
Tibanya
kita di rumah dika. Pagar dan pintu terbuka lebar. Alhamdulillah, bayi yang
satu ini mulai pintar. Kami bergegas masuk, terlihat dika yang menggunakan
sehelai handuk di pinggangnya keluar dari kamar mandi dengan rambut yang
berantakan dan basah dia menoleh kearah kita dengan cengiran khasnya dia
berkata “gue udah mandi dong”. “Pinter” pujiku sambil mengangkat ibu jariku dan
tersenyum. Kami bertiga pun memasuki kamar dika, “Dika pinjem tas dong” mohon
dendy sambil menenteng pelastik yang berisi pakaian. “Dih pinjem pinjem masa
na. Mau jalan jalan gak modal!” ledek dika sambil menyisir rambut dan fokus ke
cermin. “Pinjemin dik kasianan. Gua balik dulu ya, sekarang jam 8.30” melihat
jam tangan G-shock yang berwarna hitam di tangan kiri, “pokoknya kita ketemu
disana jam 09.00 gak ngaret! DIK JANGAN NGARET YA!” tegasku. Sulit memang
mendidik mereka untuk bisa tepat waktu, butuh kesabaran extra. “iya na, kan gua
gak ngaret. Buktinya tadi lu sampe gua udah mandi” dengan logat manjanya dika.
“iya emang dika paling pinter dah. Itu pinjemin dendy tas jangan lupa ya. Gue
balik dulu, see you bayi bayiku” aku berjalan keluar dengan kunci motor di
tangan kanan, pokoknya berjalan dengan gaya sok cool andalannya yang ia
adaptasi dari cowo cowok bad boy yang ada di FTV FTV.
“Itu
busnya!” teriak nana sambil menunjuk kearah busnya yang tidak jauh dari
tempatnya berdiri. Dendy dan dika yang masih berada di sebrang nana pun berlari
menghampiri nana “berentiin dulu na” teriak dendy. Terdengar suara rem bus yang
sedikit mengganggu telinga dan tepat dihadapan nana bus pun berhenti, tanpa
menunggu lagi dendy, dika, nana bergegas menaiki badan bus. Nana yang berjalan
di barisan paling depan mencari 3 bangku yang kosong. “Disini ya?” nana
menunjuk 3 bangku kosong barisan ketiga dari belakang, dendy dan dika hanya
mengangguk arti setuju. Bus yang mereka tumpangi tampak sepi, hanya terlihat
sekitar 10 kepala saja. Nana duduk di dekat jendela kemudian menaruh tas ransel
berwarna hitam dan sebuah kado yang cukup besar di bawah bangku yang ia duduki.
Kemudian dika dan dendy menaruh tas tepat di samping nana, bukannya duduk
mereka malah berjalan ke 2 bangku kosong yang ada di barisan paling belakang.
Mereka terlihat mencoba mengutak-atik kamera SLR milik dika, rasa bosan pun
mulai menghantui nana. Ia memasang earphonenya dan mulai menyalakan lagu yang
ada di handphonenya. Sambil memejamkan mata, nana membayangkan ketika mereka
sampai disana dan berkumpul bersama. Nana berfikir mungkin nanalah manusia
paling bahagia saat itu. Sesampainya di stasiun bogor mereka turun dari bus,
dika mencoba membantu membawakan kado yang cukup besar itu dan membantu nana
menuruni tangga bak seorang putri. “Naik bus apa lagi?” tanya dendy, kacamata
hitam yang terpasang dan gayanya yang sok cool itu membuat nana menyeringai
geli. “Gaya lu kayak jamet!!” ledek nana “tuh tuh yang biru jurusan
bogor-pelabuhan ratu” tunjuk nana, mereka mulai jalan ke arah belakang bus yang
tadi mereka tumpangi menuju ke bus berikutnya. “kamana teh, aa?” tanya
kondektur iseng, jelas jelas mereka sudah masuk badan bus. Dalam bus itu tidak
ada bangku 3, terpaksa satu harus mengalah untuk duduk sendiri. Akhirnya dika
mengalah untuk duduk terpisah sendiri, nana duduk dengan dendy di barisan kedua
dari belakang sama seperti tadi dan dika duduk tepat di belakang bangku nana
dan dendy. Sama seperti bus sebelumnya, bus ini pun hanya terisi setengahnya. Banyak
tukang asongan dan tukang buah-buahan yang keluar masuk bus, dan masuklah
tukang salak. Nana mulai tidak nyaman, karna penjual yang satu ini mulutnya
rada rewel. “teh hayu jajan atuh.” Tawar si penjual, “makasih pak, enggak”
jawab nana dengan senyuman terpaksa. “budak ngora mah teu ilok jajan, isin
meureunnya. Jajan atuhlah ulah ngagedean isin weh” oceh si penjual sambil
berjalan kearah supir. Dendy tertawa geli melihat nana yang sedikit kesal,
“untung gua gak ngerti hahahaha”. “tai lu ya, lagian tuh orang mulutnya iseng
banget sih. Orang gak mau beli masa dipaksa” kesalnya. Dendy hanya tertawa geli
melihat nana mengomel, nana pun menoleh dika yang sedang fokus mengutak-atik
kameranya “dika lu gak ditawarin salak?” tanya nana dengan muka asam.
“ditawarin tadi, tapi gua bilang enggak bang makasih. Terus abangnya ngomong
tapi gua gak ngerti” jelas dika panjang lebar. “untung lu gak ngerti dik, gua juga
gak ngerti. Yang sianan nana ngarti hahahaha” ledek dendy. Nana langsung
mengambil rambut dendy dan menjambaknya.
“sok
nu bade ka kamar mandi, didagoan” terdengar sama samar suara pak supir, nana
membuka mata “dimana ni?” tanya nana kepada dendy. “mana gua tau nengggg” jawab
dendy, nana melihat kejendela dan ternyata mereka sudah ada di cikembang
berarti tidak lama lagi mereka sampai. “udah di cikembang nih, udah deket” ucap
nana sambil mencari handphone di tasnya dan mencoba mencari kontak syerin. “yaudah
buru kabarin syerin” ucap dendy kepada nana yang fokus ke handphonenya, dendy
langsung menoleh ke dika “kita udah deket” jelasnya ke dika. “okehhhh cakeppp,
gak sabar ni gua” ucap dika excited, dika langsung memasukan kamera kedalam
tasnya. Nana terlihat gelisah karna nomer syerin tidak aktif, nana mulai
memanggil long term memorynya untuk mengingat siapa yang bisa ia hubungi selain
syerin dan mamanya. Bus mulai berjalan, nana makin panik tapi dika dan dendy
terlihat santai. “aduhh.. siapa lagi ya yang bisa dihubungin? Semua nomer gak
aktif” ucap nana panik menggigit ibu jarinya. “gak bisa dihubungin na?” tanya
dika yang hanya terlihat kepalanya di atas bangku nana. “gak” jawab nana
singkat sambil mencari cari kontak, “yaudah nanti pas kita turun aja hubungin
lagi” jawab dendy santai. (ya tuhan kenapa santai santai banget? Kalo kita
nginep di terminal gimana?) dalam hati nana, nana berfikir kalo terminal itu
bukan tempat yang aman, banyak orang jahat yang bisa kapan saja menyerang dia.
Akhirnya nana ingat pernah sms kakak tiri syerin, langsung nana mencoba
menghubungi teh nina. “halo, saha ieu?” terdengar suara khas teh nina, nana pun
menghela nafas tanda lega. “halo teh, ini nana. Syerin ada tah?” tanya nana
santai sedikit gemetar, “oh syerin, lagi ke rumah neneknya di pelabuhan”
mendengar jawaban itu nana mulai tegang lagi. “yah teh, terus gimana? Tolong
hubungin mama dong, nana lagi dijalan mau ke sana.”
“oh
iya atuh ntar teh telponin mama nya” dengan logat sundanya yang khas, “iya teh
makasih ya” langsung menutup telpon dan menggigit handphonenya. Tidak lama
handphone nana berdering, nana menatap layar handphonenya dan panggilan dari
nomer tak dikenal. Nana pun mengangkat telpon tersebut. “Halo” terdengar suara
yang tak asing lagi ditelinga nana “Syerinnnnnnnnn” tanpa sadar nana menjerit,
dendy yang kaget pun langsung menyekap mulut nana “berisik anjir!” bisik dendy.
Dengan tangan kiri nana menyingkirkan tangan dendy yang menyekapnya “syer, gue
udah lewatin cikembang ni. Lo dimana? Jemput napa” oceh nana tanpa bernafas, “lagian
lu kok gak ngabarin dulu sih mau kesini?” tanya syerin terdengar gembira. “iya
kan surprice, jemput yaaaa” rengek nana lagi, dendy yang menatap nana hanya
tersenyum dan dika yang hanya terlihat kepalanya saja dari atas bangku nana pun
ikut tersenyum. “iya iya nanti gua jemput, lu naik angkot tau kan?” belum
sempat dijawab oleh nana, suara pun berganti “halo eneng” terdengar suara mama
syerin, “kunaon teu bilang bilang mau kesini atuh? Mamah teh reuwas reuwas
bahagia ieuh” dengan logat sundahnya yang asik mama syerin terlihat bahagia
mendengar nana akan berkunjung.
Bus
pun tiba di terminal pelabuhan ratu, pukul 03.00. cahaya matahari yang membuat
mereka silau saat turun dari bus, seperti biasa dendy dengan gaya sok coolnya
turun dari bus. Dika cukup setia membantu nana membawa kado untuk syerin dan
membantu nana turun tangga bus seperti yang dia lakukan saat turun bus
sebelumnya, adik yang baik. “terus kemana?” tanya dendy sambil melihat lihat
sekitar, terdengar suara para kenek yang mempromosikan bus nya masing-masing
dan para tukang ojek yang menawar-nawarkan jasanya kepada para penumpang bus
yang turun. “bade kamana teh?” terdengar suara lembut laki-laki dari belakang
mereka, nana yang jalan paling depan tidak berani menoleh ke arah suara
tersebut, “gak kang” jawab nana tanpa menoleh. “saya teh disuruh nunjukeun
angkot ku teh syerin” seketika nana berhenti berjalan dan langsung menoleh ke
belakang, tanpa berkata nana terlihat merasa bersalah karna mengabaikan
pertanyaan si akang tadi “ini teh naik angkot ini” menunjuk ke arah angkot yang
berwarna hijau “kang pang nurunkeun di jalan wayang nyah” ucap laki laki
tersebut kepada supir angkot, nana, dendy, dika pun masuk ke dalam angkot. Nana
hanya diam karna masih merasa bersalah, dan perut yang lapar juga sepertinya
mempengaruhi ya na hahaha.
Panasnya
matahari kalah dengan dinginnya angin pantai, pandangan mereka fokus keluar
jendela tanpa kata. Terdengar suara mesin angkot sebagai backsound mereka,
rambut terkibas dan mata pun menyipit karna terkena angin. Sesampainya di depan
gang mereka pun turun dari angkot dengan membungkukan badan mereka. “yuk
nyebrang” sambil menengok kanan kiri nana memimpin untuk menyebrang, terlihat
ada gubung sekitar 10 meter dari tempat mereka berdiri, mereka pun bergegas
menghampiri gubuk tersebut dan menaruh semua barang termasuk tas ransel
kemudian mereka membaringkan tubuh mereka di pinggir gubug dengan kaki
menggantung. Nana memejamkan matanya dan mulai mengatur nafasnya, sedangkan
dendy dan dika menatap atap gubug tersebut dengan nafas yang tak teratur.
Serentak mereka bertiga bangun dengan wajah bete.
“mau beli
minum ah aus” terdengar seperti ledekan, sambil berdiri dan langsung berjalan
kearah warung yang berada di pinggir jalan.
“emang
punya duit?” teriak dika kepada dendy yang sudah mulai menjauhinya. Sepertinya
pertarungan akan segera dimulai.
“Punyalah”
sahut dendy sambil menunjukan selembar uang lima ribu rupiah dari kantong
celananya.
Tanpa
kata nana dan dika mengayunkan kaki mereka yang mengatung, dendy mulai mendekat
dengan tangan kiri memegang 2 teh gelas dan tangan kanan memegang teh gelas
yang sedang ia sedot. “Dih jajannya yang murahan” ledek dika dengan wajah
tengilnya. “eh biarin, mau?” menyodorkan tangan kiri yang penuh dengan teh gelas.
“Mau” mengulurkan tangan kanannya bermaksud untuk menerima pemberian dendy,
tapi sebelum dika menyentuh minuman tersebut dendy buru-buru menarik tangannya
“ih siapa juga yang mau ngasih!” ledek dendy sambil memalingkan wajahnya kearah
nana, terlihat seperti dua anak kecil. “Anjirrrr!” ucap dika berbisik sambil
membuang muka.
“nih
na” memberikan segelas minuman kepada nana “dia mah jangan dikasih” ledek dendy
sambil membuang gelas pelastik kosong. Nana menerima pemberian dendy dengan
senyum aneh melihat dua sahabatnya saling meledek.
Sebuah mobil pick up membelok kearah mereka
dan “Nanaaaaaaaaa” terlihat kepala syerin yang berdiri di bagian belakang.
“Syerin” teriak nana melompat dari duduknya dan melambaikan tangannya. Suara
mesin mobil pick up pun lagi lagi menjadi backsound mereka, orang orang yang
berada di bagian belakang pick up hanya memandang mereka dengan senyuman
bahagia yang mereka berempat tularkan. Nana, dendy, dika memberikan salam
kepada keluarga syerin yang berada di mobil pick up tersebut, dengan susah
payah mereka menaikin mobil bagian belakang dan karna tidak cukup tempat untuk
mereka duduk berempat akhirnya mereka pun berdiri.
Mereka
melompat untuk turun dari mobil, terlihat beberapa pasang mata yang ada di
teras rumah syerin memperhatikan mereka. Setelah melewati perjalanan panjang
dang melelahkan akhirnya sampai dan mereka hanya menginginkan kasur untuk
meluruskan tubuh mereka. Suasana sore di perkampungan dengan suara bermain anak
anak kecil yang wajah mereka dipenuhi bedak dan rambut merka yang cukup klimis
mengantarkan jiwa mereka keperdamaian desa. Nana membuka........
BERSAMBUNG..